Diduga kepala desa simangalam melakukan pungli terhadap masyarakat petani sehingga masyarakat petani sangat resah
Kabupaten Labura : Minggu 16 Pebruari 2025.
Masyarakat petani sawit di Desa Simangalam, Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhanbatu Utara, diduga diwajibkan membayar sejumlah uang kepada pemerintahan desa setempat dengan memotong Rp.50 per kilo setiap hasil panen petani. Dugaan pungutan liar dilakukan oleh kepala desa setelah mengkoordinir terlebih dahulu kepada setiap toke yang masuk ke Desa Simangalam membeli hasil pertanian masyarakat. Praktek pungutan hasil pertanian masyarakat tersebut sudah berlangsung terjadi tanpa ekspos dari media dan penyelidikan atau audit dari pihak yang berwenang.
Dugaan Pungutan liar (Pungli) oleh pemerintah Desa Simangalam dan jajarannya terhadap petani merugikan petani dan melanggar peraturan perundang-undangan. Konsekuensi hukum bagi pemerintah yang melakukan tindak pidana pungutan liar adalah masyarakat dapat melaporkan ke pihak Aparat Penegak Hukum (APH) dan pelaku dapat dijerat dengan Pasal 12 huruf (e) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Pidana Korupsi, Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar, junctis Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Salah seorang tokoh masyarakat Desa Simangalam, ODS (nama dirahasiakan), mengungkapkan bahwa pungutan liar ini sudah lama berlangsung. Pungutan dari setiap petani yang akan memanen hasil pertanian diwajibkan dipotong setiap per kilonya. “Kepala Desa Simangalam memungut dari petani yang memanen hasil pertaniannya Rp.50 setiap kilonya. Pungutan itu sudah langsung dikutip ketika toke menimbang hasil pertanian para petani di sini,” ujarnya di kediamannya, Minggu (13/01/2025) ketika awak media meminta keterangannya.
Ketika dimintai keterangannya soal pertanggungjawaban kebijakan pungutan dari setiap warga itu, ODS mengatakan tidak tahu pasti informasi aturan dan ke mana hasil pungutan itu. ”Masyarakat di sini tidak tahu pasti pertanggungjawaban dan pemanfaatannya untuk desa dari pungutan itu. Kepala desa di sini kebetulan juga seorang toke sawit. Kalau mobil kepala desa masuk dan angkut hasil pertanian para petani, tidak jelas ikut bayar juga atau tidak. Maksudnya, dia ikut diminta setoran di pintu portal juga seperti toke lainnya. Jangan karena dia kepala desa, dia bebas tidak bayar, sementara para petani hasil pertaniannya dia dipotong setiap kilonya,” ungkapnya lagi.
Untuk informasi dan keberimbangan berita, awak media meminta keterangan tokoh dan masyarakat lainnya, Marpaung dan Sinaga dalam keterangan persnya mengatakan hal yang sama terkait dugaan pungutan liar yang dilegalisasi selama ini di Desa Simangalam. “Memang benar para petani di sini dipungut oleh kepala desa. Pungutan itu sudah lama sekali berlangsung di sini. Hasil panen para petani dipotong setiap kilonya jika memanen hasil sawitnya. Setiap mobil toke yang lewat dimintai uang di pintu portal. Ada warga di sini yang bertugas untuk mengutip dari setiap mobil toke yang masuk angkut buah. Terkait kebijakan pungutan itu, warga di sini tidak ada yang paham dan ‘tidak berani’ bersuara selama ini,” kata mereka dengan pengakuan yang sama.
Aktivis dan pegiat media Hotman Samosir, S.H., C.Med, dalam keterangannya pers, Minggu (16/02/2025) dan yang mengunjungi Desa Simangalam, Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhanbatu Utara, (Januari 2025) yang lalu, angkat bicara dan menekankan urgensi tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih bagi kemajuan desa. Untuk kemajuan desa dan kesejahteraan masyarakat desa, pemerintahan Kabupaten Labuhanbatu Utara sampai ke pemerintahan desa, diharapkan harus mampu mengikuti dan menjalankan dengan baik Asta Cita pemerintahan presiden Prabowo tanpa merasa menjadi raja-raja kecil di wilayahnya.
“Desa yang perekonomiannya maju dan nir kemiskinan serta tata pemerintahan desa yang baik dan bersih (good governance and clean governance) mustahil terwujud bilamana pemerintahan daerah hingga pemerintah desa masih berkutat dengan cara-cara lama dan culas. Bupati, Camat dan Kepala Desa di Kabupaten Labuhanbatu Utara, khususnya Desa Simangalam, jangan membuat kebijakan serampangan yang merugikan masyarakat dan mengeluarkan peraturan desa yang ambivalen terhadap kebijakan dan program-program pemerintahan presiden Prabowo Subianto, terutama yang termaktub di dalam Asta Cita pada point ke-6 dan 7, dan peraturan perundang-undangan,” katanya.
Menyambung terkait legalisasi pungutan liar di dalam peraturan desa, dia mewanti-wanti agar kepala desa tidak membuat peraturan yang mencekik masyarakat, pungutan dibuat hanya untuk memperkaya para oknum kepala desa dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lebih lanjut, pungutan dari petani oleh pemerintah desa, pemanfatannya harus nyata dirasakan oleh masyarakat untuk perbaikan akses jalan ke ladangnya dan pembangunan desa.
“Sejatinya, kepala desa dapat mengeluarkan pengaturan pungutan, tetapi harus diatur melalui peraturan desa. Ketentuan di dalam pasal 69 ayat (4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, juncto pasal 37 Permendagri Nomor 4 Tahun 2016, sebelum ditetapkan menjadi peraturan desa, rancangan peraturan desa tentang pungutan harus mendapatkan evaluasi dari Bupati, dan dalam rangka peningkatan pendapatan asli desa. Pertanyaannnya sekarang, pungutan itu pemanfaatannya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, tidak? Jangan-jangan pungutan itu hanya untuk memperkaya para oknum kepala desa dan perangkatnya? Sementara perbaikan sarana dan prasarana seadanya, misalnya jalan desa rusak dan puluhan tahun tidak tersentuh aspal. Soal menjalankan roda pemerintahan desa itu, sudah ada dana desa dan anggaran khusus setiap tahun dari APBD, DAK desa, dana sumbangan dari Bupati, dan pendapatan desa lainnya,” katanya menambahi.
Lebih lanjut, aktivis di Lembaga Peduli Anti Korupsi Indonesia ini, ketika diminta keterangannya soal konsekuensi hukum dugaan perbuatan tindak pidana pungutan liar dari pemerintahan Desa Simangalam sebagai pemangku jabatan dan pembuat kebijakan. Dia menekankan pentingnya dilakukan tindakan tegas dan terukur dengan menjerat para oknum dengan pidana maksimal sesuai peraturan perundang-udangan yang berlaku dan sesuai janji presiden Prabowo yang akan memburu para koruptor sampai ke antartika sekalipun.
“Konsekuensi hukum perbuatan tindak pidana bagi pelaku pungli bisa dijerat dengan Pasal 12 huruf (e) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman pidana penjara minimal 4 (empat) tahun dan maksimal 20 (dua puluh) tahun, juncto Pasal 368 KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 9 (sembilan) bulan. Masyarakat dan organisasi masyarakat di wilayah Kabupaten Labuhanbatu Utara, khususnya di Desa Simangalam supaya segera bersuara dan melaporkan oknum yang melakukan tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme maupun perbuatan melawan hukum lainnya kepada Aparat Penegak Hukum (APH),” ujarnya dengan tegas.
Diketahui, praktek dugaan pungutan liar masih terjadi di lapangan seperti awak media turun langsung ke Desa Simanglam, Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhanbatu Utara. Di sana diduga terjadi pungutan liar terhadap para petani sawit yang setiap kali memanen hasil pertaniannya. Praktek dugaan pungutan liar oleh pemerintahan Desa Simangalam sudah berlangsung lama. Dari investigasi di lapangan, setiap toke sawit akan mengenakan potongan wajib sekitar Rp.50 per kilonya dari sawit yang mereka beli dari masyarakat setempat.
Hingga kini, pemerintah desa Simangalam yang dinahkodai seorang penjabat kepala desa sejak sekitar tahun 2022 menggantikan kepala desa sebelumnya, yaitu suaminya sendiri yang pernah menjabat sebagai kepala desa selama beberapa periode. Penjabat kepala desa belum tampak memiliki kebijakan inovatif dan program-program unggulan untuk membangun desa, meningkatkan perekonomian masyarakat, memelihara dan meningkatkan infrastruktur atau aset desa, sarana dan prasarana desa, pembangunan pertanian, diversifikasi ekonomi dan sumber daya manusia di desa Simangalam. Ironisnya, akses jalan, pelayanan birokrasi koruptif dan transaksional, penerangan jalan, tranparansi penggunaan dana desa, pengangkatan perangkat desa, peruntukan bantuan sosial yang tidak tepat sasaran dan masalah perjudian togel dan judi online di Desa Simangalam diduga masih menjadi masalah utama dan disinyalir ada pembiaran.
( Apul.s)